Pahami Konsep 'Consent' dalam Hubungan Seksual yang Jadikan Polemik untuk Permendikbud 30

22 November 2021, 20:22 WIB
Konsep 'consent' menjadi bagian penting dari hubungan seksual, ilustrasi diambil dari laman Pexels /RODNAE Productions/Pexels

 

KABAR WONOSOBO ― Masalah “consent” atau konsensus atau persetujuan sempat dijadikan polemik dari IKADI terkait Permen PPKS 30.

Frasa persetujuan yang dijadikan polemik oleh Ikatan DAI Indonesia (IKADI) dalam Permen PPKS 30 tersebut dinilai memberikan kesan legalisasi seks bebas dan zina.

Consent yang dijadikan permasalahan Permen PPKS 30 tentang kekerasan seksual tersebut sebenarnya justru menjadi jaminan mereka yang berpotensi menjadi korban.

 Baca Juga: Cinta Laura hingga Dian Sastro, Ini Sederet Artis Indonesia yang Dukung Permen PPKS 30

Dilansir oleh Kabar Wonosobo melalui laman Planned Parenthood, consent dalam aktivitas seksual merupakan sebuah persetujuan dari kedua pihak.

Persetujuan yang dimaksud merupakan suatu bentuk mufakat di antara kedua belah pihak tanpa paksaan.

Sedangkan dalam arti luas consent atau konsensus merupakan kesepakatan bersama atau permufakatan bersama yang dicapai melalui kebulatan suara.

 Baca Juga: IKADI Uraikan Polemik Permen PPKS yang Dinilai Legalkan Seks Bebas dan Zina

Consent hanya sah diperlakukan jika dilakukan tanpa ancaman dan berasal dari kedua belah pihak masing-masing.

Pembatalan akan consent dapat ditarik kembali tanpa menggunakan tindakan verbal.

Menggunakan konsensus atau consent merupakan hak semua orang karena hal tersebut merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia.

 Baca Juga: Ayo Perangi Kekerasan Seksual! Ini Cara Edit Twibbon Dukung Permen PPKS

Indonesia sebagai negara demokrasi seharusnya memberikan kebebasan bagi setiap individu untuk menggunakan hal tersebut.

Frasa “dengan persetujuan” yang tercantum di Permen PPKS 30 Pasal 5 merupakan bagian dari pemberian hak kepada setiap orang.

Definisi Pelecehan Seksual menurut Permen PPKS Nomor 30 Pasal 5 Ayat 2 sendiri meliputi:

Baca Juga: Isi Permendikbud No 30 Tahun 2021 Kekerasan Seksual yang Menjadi Kontroversi

  1. Menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi tampilan fisik maupun identitas gender korban.
  2. Memperlihatkan alat kelaminnya tanpa persetujuan Korban.
  3. Menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, siulan bernuansa seksual.
  4. Menatap Korban dengan nuansa seksual.
  5. Mengirim pesan, lelucon, gambar, foto, audio, video bernuansa seksual.

 Baca Juga: Kemdikbud Jawab Tuduhan Legalisasi Zina setelah Resmikan Permendikbud 30 Tentang Kekerasan Seksual

  1. Memberikan hukuman atau sanksi bernuansa seksual.
  2. Menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh tanpa persetujuan Korban.
  3. Membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban.
  4. Memaksa Korban melakukan kegiatan seksual.
  5. Mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan bernuansa Kekerasan Seksual.

Baca Juga: Cinta Laura Kampanye Anti KS di Kampus, Sebut Polemik Moral yang Sempat Kenai Permendikbud 30

Frasa “dengan persetujuan” sendiri diarahkan guna melindungi mereka yang berpotensi menjadi korban.

Lebih lanjut, Permen PPKS 30 sendiri telah ditegaskan oleh Nadiem Makarim bukan sebagai alat untuk melegalisasi seks bebas apalagi zina.

Permen PPKS 30 atau disebut juga Permendikbud 30 merupakan sebuah tameng yang digunakan untuk proses penanganan dan pemulihan korban pelecehan seksual.

 Baca Juga: Miris! Korban Kekerasan Seksual di Indonesia Sering Berubah Jadi Pelaku karena Relasi Kuasa. Apa Itu?

Selain itu, Permen PPKS 30 juga dapat digunakan untuk menahan tindakan kekerasan atau pelecehan seksual karena korban telah memiliki payung hukum jelas.

Meskipun Permen PPKS 30 sendiri masih sebatas digunakan oleh lingkungan perguruan tinggi.

Namun, tidak memungkinkan bahwa Permendikbud 30 yang disahkan oleh Nadiem Makarim akhir Oktober 2021 lalu dapat menggugah DPR untuk mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS).*** 

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: Planned Parenthood

Tags

Terkini

Terpopuler