Quotes Novel Amba Karya Laksmi Pamuntjak, Berlatar Tragedi G30S PKI hingga Pengasingan di Pulau Buru

- 10 Oktober 2021, 14:47 WIB
Sampul novel Amba karya Laksmi Pamuntjak, dari tangkapan layar Instagram
Sampul novel Amba karya Laksmi Pamuntjak, dari tangkapan layar Instagram /@laksmiwriter

KABAR WONOSOBO― Laksmi Pamuntjak merupakan salah satu sastrawan perempuan Indonesia dengan karya mendunia.

Amba merupakan salah satu karya Laksmi Pamuntjak yang paling terkenal, terutama mengenai pembahasan dengan latar tragedi kemanusiaan G30S/PKI dengan menjadikan dua karakter pokok Epos Mahabharata sebagai tokoh utama.

Novel yang diterbitkan pada tahun 2013 menceritakan mengenai sosok Amba yang mencari kebenaran tentang kekasihnya, Bhisma, yang menghilang ketika kerusuhan terjadi.

Baca Juga: Sinopsis Novel Amba Karangan Laksmi Pamuntjak Sajikan Roman hingga Nilai Moralitas dan Sejarah Bangsa

Perjalanan Amba ke Pulau Buru lantas mengungkap kematian Bhisma yang menghilang bertahun-tahun silam.

Berikut merupakan kutipan atau quotes dari novel Amba karya Laksmi Pamuntjak:

1. Ia harus menghimpun kalimat-kalimat hambar yang tak terdengar luar biasa. Kebohongan itu bisa membantunya tetap percaya diri dan tidak kehilangan akal. (Halaman 65)

Baca Juga: 4 Novel Berlatar Tragedi G30S PKI, Pulang Karya Leila S Chudori hingga Amba Karangan Laksmi Pamuntjak

2. Tapi fitnah itu telah menjadi fakta karena tak ada yang pernah membantahnya. (Halaman 70)

3. Sejarah adalah lelucon yang penuh akal bulus. Kita tak pernah tahu kapan punchline-nya akan tiba. (Halaman 74)

4. “Kamu jangan sampai terjerat oleh apa yang dibayangkan orang. Kamu harus bisa mengatasinya dan memberi makna sendiri kepada namamu.” (Halaman 107)

 Baca Juga: Sinopsis Kita, Kata, dan Cinta dari Khrisna Pabichara, Novel yang Menguji ‘Iman’ Berbahasa Indonesia

5. Perkawinan tak banyak bedanya dengan politik. Lewat Ibu ia belajar: perkawinan adalah tahu bagaimana membaca perubahan, kapan memulai kapan berhenti, kapan berbicara kapan mendengar. (Halaman 110)

6. Cinta adalah cinta, bukan pengorbanan. Perasaan adalah untuk ditolak atau dibunuh, tidak untuk dilekaskan, apalagi untuk dibiarkan mengalir. (Halaman 109)

7. Politik memang bukan tentang apa yang benar. Politik adalah bagaimana kita bisa salah dengan benar. (Halaman 111)

Baca Juga: 75 Pegawai KPK dinonaktifkan Termasuk Novel Baswedan, Tidak Lolos Tes TWK untuk Pengalihan ke ASN

8. “Eyangmu juga selalu bilang, memasak tak ubahnya perkawinan. Belajar menunggu, dan jangan sekali pun memasukkan tanganmu ke dalam air yang keruh.” (Halaman 131)

9. Lagi pula, apakah kebenaran? Kebenaran adalah apa yang kita inginkan. (Halaman 134)

10. Dan ia akan menang. Untuk menang, ia harus tahu kapan mengalah. (Halaman 135)

Baca Juga: Resensi Novel Populer ‘Magdalena’, Kapal Van Der Wijck Pernah Dituduh Memplagiasinya

11. Orang-orang biasa seperti dirinya tak bertanya. Mereka tak berhak. Mereka hanya pelengkap Tuhan, hantu, dan ilmu hitam. (Halaman 137)

12. Atau ini yang dinamakan tahap menjadi dewasa―bijaksana untuk tidak memaksa tapi menolak untuk dipaksa? (Halaman 163)

13. Perjalanan: melatih diri untuk tetap menjaga jarak seraya berbagi begitu banyak. (Halaman 181)

Baca Juga: 4 Novel Berlatar Tragedi G30S PKI, Pulang Karya Leila S Chudori hingga Amba Karangan Laksmi Pamuntjak

14. Ya, orang dewasa senang memberi petuah tentang dunia yang berbahaya. Mereka melakukannya bukan karena mereka kenal dunia. Tapi karena mereka ketakutan. (Halaman 186)

15. Bagaimana mungkin menyebut diri mereka bahagia dalam cinta, tapi ekspresi wajah mereka seperti mayat-mayat hidup? (Halaman 248)

16. Bukankah berpisah salah satu krisis terhebat dalam kehidupan manusia? (Halaman 256)

Baca Juga: Ini Alasan Pentingnya Baca Novel Sejarah Bagi Generasi Muda, Coba Mulai dari Laut Bercerita Leila S Chudori

17. Memalukan sekali, pura-pura tampil independen di hadapan dunia padahal disubsidi orang tua! (Halaman 262)

18. Di negeri ini kita memang nggak pernah dipaksa akrab dengan sejarah saudara-saudara kita. (Halaman 378)

19. Untuk segala sesuatu ada masanya, untuk apapun di bawah langit ada waktunya. (Halaman 463)

Baca Juga: Kisahkah Dua Tokoh Buronan Politik, Inilah Quotes di Novel Saman Larung Karya Ayu Utami yang Sayang Dilewatkan

20. Orang harus bisa tertawa karena disini begitu banyak kesedihan dan ketidakadilan yang terjadi, dan begitu banyak hal yang segera aus dan terulang dalam segala kebodohannya. Kita harus bisa tertawa, kalau tetap mau hidup. (Halaman 489)

21. Beri mereka kegelapan, dan mereka akan lihat cahaya itu. (Halaman 493)

22. Perjalanan membawa hal-hal baru yang membuat kita bijaksana, tapi selalu ada yang tetap pada kita sejak sebelum berangkat. (Halaman 545)***

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: laksmipamuntjak.com


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah