KABAR WONOSOBO – Setidaknya 1.000 orang di Myanmar telah tewas dibunuh oleh junta militer negara itu setelah tentara mengambil alih kekuasaan dalam kudeta sejak 1 Februari lalu.
Myanmar berada dalam kekacauan semenjak junta militer menggulingkan Aung San Suu Kyi dari kekuasaannya enam bulan lalu.
Para petinggi junta militer menangkap para pemimpin sipil terpilih di Myanmar dan mengambil alih kekuasaan untuk diri mereka sendiri yang memicu protes besar-besaran dari rakyat.
Para warga sipil melakukan unjuk rasa ke jalan-jalan secara massal untuk menuntut kembalinya demokrasi.
Mereka tidak hanya merampas nyawa para warga sipil tetapi juga masa depan negara dan harapan demokrasi.
Massa anti-junta itu pun beberapa di antaranya telah membentuk kelompok-kelompok pembelaan diri dan terus turun ke jalan setiap hari dalam pawai kilat.
Militer telah menanggapi demonstrasi tersebut dengan membunuh warga sipil, termasuk anak-anak.
Para militer melakukan tindakan keras berdarah dan menggunakan peluru tajam terhadap warga sipil.
Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) telah melacak pembunuhan di luar proses hukum itu dan sekarang telah mengkonfirmasi bahwa ada 1.001 kematian hingga hari Rabu, 18 Agustus 2021.
Kelompok itu percaya bahwa jumlah itu adalah jumlah yang terlalu rendah dari jumlah korban tewas yang sebenarnya.
Menurut AAPP, banyak orang tewas di jalan-jalan dan puluhan lainnya dibiarkan mati di sel penjara.
Sementara itu junta militer telah menutup berbagai media di negara itu, hanya meninggalkan AAPP sebagai sumber non-militer utama untuk melaporkan kematian warga sipil.
Meski pihak militer telah membantah jumlah kematian dari AAPP, tetapi mereka belum merilis perkiraannya sendiri.
Sedangkan pemimpin terpilih Myanmar, Aung San Suu Kyi hingga saat ini dirinya masih ditahan di bawah junta militer.
Aung San Suu Kyi menghadapi serangkaian tuntutan kriminal, mulai dari memiliki walkie-talkie ilegal hingga melanggar undang-undang rahasia negara.
Baca Juga: ASEAN Akhirnya Tunjuk Menlu Brunei Erywan Yusof sebagai Utusan Khusus Terkait Konflik Myanmar
Para pemimpin Junta mengatakan mereka akan mempertahankan kendali negara itu setidaknya sampai 2023.
Menurut sekretaris dari AAPP, selama militer berkuasa, mereka akan terus membunuh pemuda, profesional seperti dokter dan guru, pria, wanita dan anak-anak.***