Baca Juga: Vatikan Menyatakan Bahwa Pendeta Tidak Boleh Memberkati Pernikahan Sesama Jenis
Masih di provinsi yang sama, masyarakat Toraja juga mengenai gender ketiga yang kerap disebut to burake tambolang.
Dikutip dari The Conversation, berdasarkan keterangan dari seorang antropologi, Hetty Nooy-Palm, masyarakat Toraja sendiri percaya bahwa pembimbing spiritual tertinggi mereka adalah seorang perempuan, atau burake tattiku, dan laki-laki yang berdandan seperti perempuan atau burake tambolang.
Di masa lalu, pemimpin spiritual transgender dari Toraja dan Bugis memerankan peran penting dalam komunitas.
Bissu dan to burake memimpin upacara-upacara spiritual atau upacara adat di desa-desa. Masyarakat akan mengakui dan menghormati sebuah desa dengan seorang to burake.
Sayang sekali, budaya tersebut terpupus lantaran nilai-nilai modern dan pendidikan yang dibawa oleh kaum kolonial.
Melihat kembali ke belakang, sudah seharusnya masyarakat Indonesia lebih terbuka dengan adanya perbedaan orientasi seksual yang dimiliki masing-masing individu.
Baca Juga: Diskriminasi Pada Perempuan Diangkat di Novel Kim Ji Yeong Lahir Tahun 1982, Karangan Cho Nam Joo
Bukan hanya karena harus menghormati mereka yang sejatinya ‘berbeda’ tetapi turut pula berperan aktif dalam masyarakat yang menjunjung toleransi.***