Quotes di Novel Malam Terakhir Karya Leila S Chudori yang Beri Pencerahan tentang Pandangan Hidup

10 Oktober 2021, 22:33 WIB
Sampul Malam Terakhir, kumpulan cerita karya Leila S Chudori, dari tangkapan layar laman Goodreads /Goodreads

KABAR WONOSOBO― Leila S Chudori atau hanya dikenal sebagai Leila Chudori merupakan seorang jurnalis dan sastrawan Indonesia.

Karyanya yang paling terkenal yaitu novel sastra Laut Bercerita yang menceritakan mengenai perjuangan mahasiswa di tengah kerusuhan tahun 1998.

Selain Laut Bercerita dan novel Pulang yang mengangkat mengenai tragedi kemanusiaan di Indonesia yaitu G30S/PKI dan tragedi 1998, Leila S Chudori juga menulis kumpulan cerita pendek berjudul Malam Terakhir.

Baca Juga: Kisahkah Dua Tokoh Buronan Politik, Inilah Quotes di Novel Saman Larung Karya Ayu Utami yang Sayang Dilewatkan

Malam Terakhir merupakan kumpulan cerita pendek yang memuat beragam isu, seperti agama, feminisme, politik, hingga kemanusiaan.

Berikut merupakan kutipan atau quotes dari kumpulan cerita pendek Malam Terakhir karya Leila S Chudori:

1. Kesalehan tidak identik dengan kebenaran. Aku mementingkan kejujuran. Dan kejujuran akan menghasilkan kebenaran sikap. Tentu saja, apa yang kuanggap benar bisa menjadi sesuatu yang tak terlalu ‘nyaman’ bagimu. (Judul: “Sehelai Pakaian Hitam”)

Baca Juga: Quotes Novel Amba Karya Laksmi Pamuntjak, Berlatar Tragedi G30S PKI hingga Pengasingan di Pulau Buru

2. Cerita pendekku selalu jujur. Aku tidak mau berpura-pura menulis apa yang kamu sebut sebagai membangun optimisme. Aku tak ingin mengorbankan perasaanku; kemerdekaanku! (Judul “Sehelai Pakaian Hitam”)

3. Aku lebih suka kalau kau bisa tampil mengenakan pakaian berwarna hitam dan putih. Sekaligus. Utuh. Aku lebih suka menerimamu seutuhnya. Sayang sekali kau justru menolak untuk tampil seadanya. Kau akan mengenakan pakaian hitam dan putih itu secara bergantian! Kalau saja kau berani berpakain hitam seperti ini di hadapan siapa saja. Kalau saja kau bisa sejujur ini dalam tulisan-tulisanmu. (Judul “Sehelai Pakaian Hitam”)

 Baca Juga: Sinopsis Laut Bercerita Karya Leila S Chudori, Kisah Pilu Biru Laut yang Rekam Masa Kelam Orba

4. Tidak ada yang bisa lebih jujur daripada kemurniaan seorang anak. (Judul “Untuk Bapak”)

5. Bagi mereka yang percaya pada kebenaran, ucapan saya bukan sekadar kata-kata, melainkan kenyataan. (Judul “Untuk Bapak”)

6. Bhisma, seumur hidupmu, kau mengabdikan detik-detik yang berharga untuk beribadah; bekerja untuk masyarakat. (Judul “Untuk Bapak”)

7. Alangkah bahagianya saya melihat keramahan bangsa saya yang selalu tertuju pada bangsa lain. (Judul “Keats”)

Baca Juga: Ini Lima Sastrawan Perempuan Berpengaruh, dari Dee Lestari hingga Leila S. Chudori

8. Tidak patut menyelami estetika puisi atau karya seni apapun hanya dengan menggunakan peraturan-peraturan. (Judul “Keats”)

9. Saya kira Tuhan punya maksud tertentu untuk memutuskan saya menjadi manusia. Bukan malaikat. (Judul “Keats”)

10. Memberikan kepercayaan yang besar pada dia, sesungguhnya sekaligus memberi beban. (Judul “Ilona”)

11. Ah, kepercayaan bisa disalahgunakan oleh siapa saja, pada usia berapa saja. (Judul “Ilona”)

Baca Juga: 4 Novel Berlatar Tragedi G30S PKI, Pulang Karya Leila S Chudori hingga Amba Karangan Laksmi Pamuntjak

12. Perkawinan yang gagal tetap mati di mata siapapun. Apalagi jika saya telah melihat serangkaian kenyataan yang begitu verbal. (Judul “Ilona”)

13. Ada orang yang dapat melihat ketika mereka memejamkan mata, dan ada yang sama sekali buta meskipun ia sudah membelalak. (Judul “Ilona”)

14. Ketika seseorang memutuskan untuk menikah, pada saat itulah ia memulai suatu perjalanan yang panjang, asing, dan penuh tantangan. Dan kita harus sangat yakin bahwa kawan perjalanan kita itu adalah orang yang tepat dan bisa bekerja sama ketika meniti. (Judul “Ilona”)

Baca Juga: Ini Alasan Pentingnya Baca Novel Sejarah Bagi Generasi Muda, Coba Mulai dari Laut Bercerita Leila S Chudori

15. Inilah contoh demokratisasi yang mereka teriakkan ke seluruh dunia. Inilah implementasi dari pembaruan yang sebenarnya tidak pernah baru. Inilah repetisi sejarah di mana kita hanyalah ribuan ulat kecil yang menggelepar mampus dilindas sepatu mereka. Lihat! Ulat-ulat kecil akan hancur diinjak sepatu bergerigi itu. Tapi, ulat kecil itu akrab berdekapan dengan tanah. Dan mereka akan menyuburkan bumi ini dengan udara kebenaran. (Judul “Malam terakhir”)

16. Tidak mungkin manusia yang kompleks ini disederhanakan menjadi satu garis yang linier. (Judul “Malam terakhir”)***

 

Editor: Agung Setio Nugroho

Sumber: Novel "Malam Terakhir"

Tags

Terkini

Terpopuler