Pramoedya Ananta Toer, Penulis Nasionalis yang Sengaja Dikubur Orde Baru, Kini Jadi Kiblat Penulis Muda

- 16 April 2021, 21:43 WIB
Foto Pramoedya Ananta Toer dari tangkapan layar laman  sastra.perpusnas.go.id
Foto Pramoedya Ananta Toer dari tangkapan layar laman sastra.perpusnas.go.id /sastra.perpusnas.go.id

Baca Juga: Novel Gadis Kretek Karya Ratih Kumala, Kisahkan Perjalanan Mengupas Rahasia Miliarder Industri Rokok Kretek

Banyak insiden yang ditulis di atas kertas hasil seludupan pendeta Katolik yang simpatik padanya.

Kebanyakan dari tahanan, termasuk Pram, dipindahkan dari Pulau Buru pada 1979, tapi Pram hanya dibebaskan lantaran lobi dari banyak diplomat asing.

Ia bertahan di Jakarta sampai 1992 dan menolak meninggalkan Indonesia sampai Seoharto dilengserkan, karena takut akan diblokir untuk kembali.

Baca Juga: Bicara Femisnisme Lewat Buku, Kalis Mardiasih Mendebat Hubungan Jilbab dan Kesalihan Perempuan

Transisi Indonesia untuk mencapai demokrasi tidak mengurangi semangatnya untuk membela yang tertindas dan menghukum mereka yang berkuasa, atau yang sering disebut Pram sebagai ‘badut’.

Dalam beberapa tahun, pandangan Pram yang dinilai tak bisa dikompromi dan kontradiktif tidak disukai oleh beberapa sastrawan muda Indonesia.

Meskipun begitu, sebagian dari yang tidak setuju itu sering menyamakan Pram dengan sosok penulis Rusia yang bernasib sama dengan Pram, Alexandre Solzhenitsyn. 

Baca Juga: Perjalanan Sarat Wewangian Jati Wesi dan Tanaya Suma dalam Sinopsis Novel Aroma Karsa, Karya Dewi Lestari

Pram mendapat banyak penghargaan dari institusi internasional. Meskipun sering dinominasikan, Pram belum pernah menerima penghargaan Nobel untuk sastra.

Halaman:

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: theguardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah