Sebagai janda dengan enam anak, hidup Sin Nio sangatlah berat, dan atas itu, tekad semakin bulat untuk pindah dari Wonosobo ke Jakarta pada tahun 1973.
Alasan lain ke Jakarta adalah karena pejuang perempuan Wonosobo itu tidak mendapatkan pensiun sebagai pejuang kemerdekaan.
Maka Sin Nio mantap berangkat ke Jakarta untuk mengurus hak pensiunnya dan meskipun dinilai cukup jarang adanya pejuang Tionghoa, nyatanya ada sederet pejuang Tionghoa yang hingga kini tercatat sebagai pahlawan pejuang kemerdekaan.
Dalam catatan perjuangannya, Sin Nio ikut bertempur melawan Belanda dan bergabung dalam Kompi 1 Batalion 4 Resimen 18.
Berada di bawah komando Sukarno yang terakhir berpangkat Brigjend dan pernah menjadi Duta Besar RI untuk Aljazair. Di Resimen itu, Sin Nio adalah satu-satunya prajurit perempuan dalam kompi tersebut dan bersenjatakan golok, tombak, bahkan bambu runcing.
Baru setelah berhasil merampas senapan jenis LE dari pihak Belanda, Sin Nio memiliki senjata api.
Baca Juga: Wanita Berusia 106 Tahun ini Lalui Tidak Hanya Satu, tapi Dua Pandemi Selama Hidupnya
Sin Nio pernah dipindah ke bagian perawat palang merah karena banyak sekali pejuang terluka dan butuh perawatan medis.
Hidup sebagai janda dengan 6 anak di Wonosobo, hidupnya sangat berat, terlebih dalam usia yang senja.