Saksi Mata Tragedi Kanjuruhan: Saya Bertahan di Tribun Meskipun Gas Air Mata Membakar Tenggorokan

4 Oktober 2022, 11:21 WIB
Kondisi pasca kerusuhan Kanjuruhan setelah Arema FC kalah dari Persebaya dalam laga sepak bola Liga 1 pada 1 Oktober 2022, telan ratusan korban jiwa. /WILLY KURNIAWAN/REUTERS

KABAR WONOSOBO - Tragedi yang telan ratusan nyawa di Stadion Kanjuruhan Malang pada 1 Oktober 2022 lalu tersebut torehkan catatan hitam dunia sepak bola Indonesia. 

Telah diberitakan sebelumnya bahwa insiden yang dimulai setelah kurang lebih 3.000 Aremania turun ke lapangan buntut protes kekalahan Arema FC atas Persebaya tersebut diperburuk oleh tindak tim keamanan. 

Tim keamanan pertandingan BRI Liga 1 di antara Arema FC VS Persebaya Surabaya yang terdiri dari polisi dan tentara tersebut perburuk keadaan dengan tembakan gas air mata. 

Dilansir oleh Kabar Wonosobo melalui laman The Guardian, tembakan gas air mata tersebut dituding menciptakan kepanikan massal, sebab tak hanya ditembakkan ke arah kericuhan. 

Baca Juga: Imbas Tragedi Stadion Kanjuruhan, BRI Liga 1 2022/2023 Dihentikan oleh Presiden Joko Widodo, Sampai Kapan?

Namun, gas air mata tersebut juga ditembakkan ke arah tribun penonton yang hanya menyaksikan tanpa ikut terlibat kericuhan. 

Media sosial sendiri terjadi chaos ketika berita tragedi Kanjuruhan pasca pertandingan Liga 1 di antara Arema FC VS Persebaya terjadi. 

Rekaman-rekaman video amatir tersebar di internet. 

Beberapa video menampilkan kerumunan massal yang turun ke lapangan, tembakkan gas air mata yang bahkan diarahkan ke tribun penonton, juga tindak kekerasan kepada Aremania beredar luas di internet. 

Baca Juga: 125 Nyawa Melayang dan Ratusan Orang Terluka, Fakta Mengerikan Tragedi Stadion Kanjuruhan Oktober 2022

Hingga artikel ini ditulis, laporan terakhir menyebut bahwa total korban dalam insiden Kanjuruhan tersebut sebanyak 450 orang, 125 di antaranya meninggal dunia. 

Beberapa Aremania yang menjadi narasumber The Guardian dalam artikel "‘I felt terrified’: fans tell how Indonesian stadium disaster unfolded ('Saya ketakutan': penggemar menceritakan bagaimana bencana stadion Indonesia terjadi)" yang terbit pada 3 Oktober 2022 turut menceritakan kesaksian mereka. 

"Tidak ada tendensi untuk menyerang pemain Persebaya," ungkap Prayogi (29) yang menjadi salah satu narasumber The Guardian dalam artikel tersebut. 

Baca Juga: 14 Tragedi Terbesar Sejarah Sepak Bola Dunia, Terbaru Ada Kerusuhan Kanjuruhan yang Telan Ratusan Nyawa

Prayogi mengungkapkan bahwa turunnya Aremania ke lapangan mungkin untuk menunjukkan kekecewaan mereka atas poin akhir dalam pertandingan di antara Arema VS Persebaya tersebut. 

"Sampai di sini, semuanya masih tenang," sambungnya. 

Namun, beberapa Aremania yang turun ke lapangan memicu lebih banyak pendukung Arema yang ikut dalam aksi protes tersebut. 

Baca Juga: WASPADA! Ini Sederet Sanksi FIFA yang Mengancam Sepak Bola Indonesia Pasca Tragedi Stadion Kanjuruhan Malang

Hal tersebut diperparah dengan tembakkan gas air mata yang disebut oleh Kapolda Jatim, Nico Afinta, dilakukan untuk mengatasi kericuhan. 

Sementara itu, regulasi FIFA sendiri melarang keras tembakan gas air mata selama pertandingan sepak bola berlangsung. 

"Saya bertahan di tribun meskipun gas air mata membakar tenggorokan. Selama 20 tahun menjadi Aremania, saya tidak pernah merasa begitu ketakutan seperti malam itu," ungkap Prayogi. 

Baca Juga: Ratusan Orang Jadi Korban Jiwa, Kerusuhan di Stadion Kanjuruhan Malang Pecahkan Rekor Ini

Lebih lanjut, narasumber The Guardian tersebut sendiri menyaksikan laga Arema FC VS Persebaya tersebut bersama dengan sang istri dan sekelompok teman dari dekat gerbang 13.

Kesaksian lain muncul dari Zhafran Nashir yang menyatakan berada di tribun timur Kanjuruhan, menyatakan bahwa tembakan gas air mata memicu kepanikan. 

"Saya pikir itu (tembakan gas air mata) tidak perlu karena kerusuhan ada di lapangan. Beberapa orang masuk ke ruang ganti pemain, tapi orang-orang di tribun hanya menonton. Ketika gas air mata ditembakkan, semua orang di tribun berusaha untuk keluar," terangnya.

Baca Juga: TERKUAK! Polisi Sempat Minta Jadwal Pertandingan Arema FC vs Persebaya di Stadion Kanjuruhan Malang Diganti 

Lebih lanjut, narasumber tersebut menyebut bahwa orang-orang dari tribun yang berusaha keluar, terinjak-injak. 

Tak hanya itu, Zhafran Nashir menyebut melihat dua orang anak yang kehilangan orang tua mereka dalam kericuhan tersebut. 

Tragedi yang disebut menjadi yang terburuk dalam sejarah sepak bola Indonesia tersebut dilaporkan mengorbankan 450 orang. 

125 di antaranya meninggal dunia dengan 34 orang meninggal langsung di Stadion Kanjuruhan, sementara lainnya setelah berada di rumah sakit. ***

 

Editor: Khaerul Amanah

Tags

Terkini

Terpopuler