Treatment Rukiah Bikin Komunitas LGBTQ Indonesia Marah, Dianggap Menyiksa dan Tidak Manusiawi

27 April 2021, 01:15 WIB
Ilustrasi Komunitas LGBTQ. /pixabay.com

 

 

KABAR WONOSOBO― Munculnya tokoh-tokoh seperti Kai Mata yang mau secara gamblang menunjukkan identitas seksual mereka, berhasil membuat gempar berbagai komentar miring.

Seperti ketika publik ramai-ramai berkomentar pada salah satu unggahan musisi asal Bali tersebut tentang terapi untuk ‘menyembuhkan’ identitas gender atau orientasi seksual komunitas LGBTQ yang dianggap menyimpang.

Kai Mata juga turut membuat video yang ia unggah melalui akun instagram pribadi mengenai proses terapi untuk menyembuhkan kelainan seksual.

“Ini bukan terapi, ini hanya sebuah penyiksaan,” tulis Kai dalam komentanya.

Baca Juga: Kid Cudi Dikritik Komunitas LGBTQ karena Tampil dengan Dress Kenang Kurt Cobain, Dianggap Standar Ganda

Indonesia sendiri masih belum terlalu mengkaui adanya identitas gender selain perempuan dan laki-laki, walaupun jika ingin menilik lebih lanjut, beberapa wilayah di Indonesia mengakui identitas gender lain.

Seperti bagi suku Bugis di Sulawesi Selatan yang mengakui adanya lima gender, atau masyarakat Toraja dengan tiga gender.

Lebih lanjut, Indonesia sendiri memiliki jenis kesenian yang mengakui adanya orang-orang homoseksual, yaitu Reog Ponorogo. Melalui Warok dan Gemblak yang menggunakan homoseksual sebagai cara untuk menjaga kekuatan.

Baca Juga: Netizen Indonesia Makin Bar-bar, Unggahan Pasangan Gay Thailand Kena Ancaman Pembunuhan di Facebook

LGBT di Indonesia bukanlah sebuah ajaran Barat yang dibawa, akar budaya di beberapa wilayah seperti Bugis dan Toraja sudah mengakui adanya orientasi gender berbeda sebelum masa pra-islam.

Namun, sejak masa kolonial, nilai-nilai budaya tersebut perlahan luntur dan berganti dengan hal baru. Salah satunya adalah mengajarkan masyarakat bahwa orientasi seksual manusia hanya ada dua, yaitu laki-laki dan perempuan.

Sebagai seorang yang berani untuk membuka suara, Kai Mata mengungkapkan bahwa ia merasa menjadi korban secara langsung dari adanya praktik ruqyah untuk mereka yang memiliki orientasi seksual berbeda.

Baca Juga: Ternyata ada Konsep 5 Gender di Masyarakat adat Sulawesi Selatan, Netizen Indonesia Harus Belajar Sejarah

Padahal, sudah jelas sekali bahwa orientasi seksual tidak berhubungan dengan praktik ‘pengusiran roh/jin’ mana pun.

Dilansir oleh KabarWonosobo.com melalui laman AsiaNikkei.com, Kai berani menyinggung mengenai pasal ‘rugyah’ tersebut setelah mendengar adanya tempat bernama terapikonversi.co yang memberikan jasa ruqyah untuk ‘menyembuhkan orientasi seksual’ seseorang.

Rukiah sendiri dilakukan oleh masyarakat Islam untuk mengeluarkan jin jahat dalam tubuh. Tidak tepat rasanya jika melakukan hal serupa kepada mereka para komunitas LGBTQ.

Seorang praktisi rukiah asal Jawa Barat bernama Dedi Natadiningrat menyatakan bahwa tujuh pasien LGBTQ meminta untuk ‘disembuhkan’ menggunakan praktik tersebut setelah ia memulai bisnis pada 2010.

Baca Juga: Jika UU ITE Tidak Beri Keadilan Jokowi Akan Minta DPR Revisi, Soroti Adanya Pasal Multitafsir

“Inshaallah, saya dapat memastikan bahwa satu orang yang saya rukiah, orientasinya sudah berubah sebanyak 60%,” ucap Dedi.

Ia turut menyatakan bahwa praktik rukiah yang dilakoninya tidak menggunakan praktik pemerkosaan dan hanya menggunakan praktik-praktik dalam Al Quran.

Praktik rukiah untuk ‘mengatasi’ orientasi seksual pada awal 2000-an setelah Suharto lengser.

Di samping fakta bahwa WHO sendiri pernah menyatakan pernyataan bahwa homoseksualitas masuk ke dalam jenis penyakit mental di akhir 1980-an. Bahkan banyak kelompok religius konservatif yang berpendapat bahwa homoseksualitas adalah penyakit yang menyimpang dan berdosa.

Baca Juga: Kai Isaiah-Jamal Suka Puisi sejak Kecil Bicarakan Dunia Fashion, Realistis Hadapi Pandemi sebagai Model

Arus Pelangi, sebuah advokasi untuk kelompok LGBTQ yang berbasi di Jakarta, mengungkapkan bahwa lebih dari 1.800 kasus penganiayaan dari seluruh Indonesia terjadi pada tahun 2006-2018.

Seorang ulama dari Pesantren Al Fatah Yogyakarta, Arif Nur Safri, mengatakan bahwa tidak ada praktik rukiah yang efektif.

“Bagaimana Anda bisa mengubah indentitas yang benar-benar Anda?” ungkap Safri.

Menurut Safri, rukiah untuk paa komunitas LGBTQ hanyalah sebuah penyiksaan dan tidak manusiawi.***

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: asia.nikkei.com

Tags

Terkini

Terpopuler