KABAR WONOSOBO – Setiap tanggal 4 Juni, warga Hongkong akan beramai-ramai turun ke jalan dan bergabung ke dalam aksi menyalakan lilin untuk memperingati tragedi berdarah di Tiananmen Square.
Pada Jumat, 4 Juni 2021 kemarin merupakan peringatan tragedi Tiananmen untuk ke 32 kalinya setelah dua tahun belakang dilarang oleh pemerintah seolah-olah karena pembatasan virus corona.
Meskipun larangan peringatan itu terus diserukan oleh pemerintah, masyarakat tetap merayakannya karena sejarah berdarah Tragedi Tiananmen dianggap tidak akan pernah menghilang.
Menjelang sore di hari Jumat itu, barisan polisi menyebar untuk menutup area pusat kota Beijing.
Ketika malam kelompok masyarakat dengan berpakaian serba hitam yang berencana menyalakan lilin dibubarkan oleh pihak kepolisian.
Para kelompok masyarakat pun harus meninggalkan pusat kota tanpa perayaan menyalakan lilin bersama.
Baca Juga: Arti Penting Peringatan Hari Lahir Pancasila yang Ditetapkan oleh Presiden Jokowi tahun 2016
Dewasa ini, Hongkong sendiri tengah memperjuangkan penuntutan demokrasi dan melawan aliansi patriotisme Tiongkok.
Namun kekacauan politik justru semakin meningkat ketika Undang-Undang Keamanan Nasional disahkan pada Juni tahun lalu.
Undang-undang tersebut pun menyebutkan jika warga negaranya melakukan kegiatan kriminalisasi yang dianggap sebagai pemisahan diri, subversi, kolusi dengan pihak asing akan diberi hukuman penjara maksimal 5 tahun.
Sementara tahun lalu sekitar 26 tokoh demokrasi terkemuka didakwa mengambil bagian dalam pertemuan umum yang dianggap tidak sah.
Mereka juga menerobos masuk ke taman pusat kota untuk tetap menyalakan lilin sebagai peringatan Tiananmen.
Salah seorang dari bagian itu, Joshua Wong yang merupakan pimpinan kelompok mahasiswa dijatuhi hukuman penjara 10 tahun.
Baca Juga: Hari Kekayaan Intelektual 2021 Jatuh Pada 26 April, Simak Sejarah dan Tema Peringatan Tahun ini
Sebagai bekas Koloni Inggris, Hongkong dikembalikan ke China pada tahun 1997 dan bergerak dalam pemerintahan ‘satu negara, dua sistem’.
Sistem tersebut menjamin hak dan kebebasan rakyat Hongkong di bawah pemerintahan China.
Namun kala itu terjadi gejolak perekonomian yang dianggap sengaja melambungkan harga kebutuhan pokok yang menyebabkan banyak masyarakat tertindas.
Masyarakat melakukan serangkaian aksi untuk menuntut kebebasan atas kebijakan-kebijakan pemerintah China kala itu.
Para mahasiswa pro demokrasi mengkritik penguasa dan keluarga beserta kroninya yang memiliki keistimewaan khusus yang amat diuntungkan dalam sistem perekonomian terpimpin ketika itu.
Aksi demo itu dipelopori oleh sebuah koalisi yakni ‘Aliansi Hongkong yang mendukung Gerakan Demokratik Patriotik di China’ yang dibentuk pada tahun 1989.
Hingga pada tanggal 4 Juni tahun 1989 Pemerintah China mengerahkan pasukan bersenjata untuk melawan para mahasiswa yang melakukan demokrasi di Lapangan Tiananmen Beijing.
Para tentara Tiongkok mulai menembaki para demonstran sehingga terjadi pertumpahan darah yang memakan banyak korban.
Dalam peristiwa ini setidaknya ratusan pengunjuk rasa yang melakukan protes terhadap pemerintahan China kala itu terbunuh.***