Sinopsis Kita, Kata, dan Cinta dari Khrisna Pabichara, Novel yang Menguji ‘Iman’ Berbahasa Indonesia

7 Mei 2021, 11:19 WIB
Sampul buku ‘Kita, Kata, dan Cinta’ karya Khrisna Pabichara. Foto diambil dari tangkapan layar akun instagram @khrisnapabhicara /instagram.com/ @khrisnapabhicara

 

KABAR WONOSOBO― Pensyair asal Sulawesi Selatan, Khrisna Pabhicara, mengeluarkan buku baru yang ‘tidak disarankan dibaca’ untuk orang-orang dengan iman bahasa Indonesia yang masih rendah.

Ada banyak ‘sentilan’ yang akan membuat pembaca selaku warga Indonesia merasa rendah diri, terutama dalam hal berbahasa.

Romansa ‘dewasa’ antara Sabda dan Kana

Dua tokoh dalam cerita ini bernama Sabda dan Kana. Keduanya berasal dari dua latar belakang berbeda yang sayangnya harus dipertemukan sebagai sepasang kekasih. Keduanya juga memiliki kepribadian berlaian yang membuat kisah cinta mereka kian menarik.

Berbeda dengan kisah cinta yang wajarnya ditunjukkan dari dua orang yang sudah dianggap berusia dewasa, Sabda dan Kana digambarkan memiliki kisah cinta yang lebih realistis.

Baca Juga: Novel Gadis Kretek Karya Ratih Kumala, Kisahkan Perjalanan Mengupas Rahasia Miliarder Industri Rokok Kretek

Keduanya berbeda dari kebanyakan genre romansa ‘young adult’ yang dibumbui oleh adegan khas ibu kota, walaupun keduanya diceritakan sebagai dua mahasiswa dari universitas paling bergengsi di Indonesia.

Sabda seperti seorang pengembara yang bertemu dengan Kana, putri seorang raja. Kisah cinta mereka seharusnya bisa dilingkupi oleh banyak adegan romantis khas dua sejoli dari ibu kota.

Namun, penulis tepat sekali dengan mengubah ‘romansa khas dua sejoli ibu kota’ tersebut menjadi ‘romansa yang memang lumrah ditemui oleh banyak orang’.

Baca Juga: TwinWar Karya Dwipatra Penulis Temanggung, Sajikan Teenlit Berlatar Kisah Saudara Kembar yang Penuh Persaingan

Sabda dan Kana adalah bagian dari ‘banyak orang’ tersebut. Mereka memiliki konflik pelik terkait latar belakang, tujuan hidup, dan bahkan prinsip yang dianut.

Satu persamaan mereka: sama-sama senang mengoreksi gaya berbahasa orang-orang di sekitarnya. Menghidupkan bahasa Indonesia yang telah lama disalahartikan bahkan oleh pemakainya sendiri.

Sabda dan Kana adalah gambaran realistis dari kisah cinta yang lumrah dialami oleh orang-orang seumuran mereka. Usia 20-an yang memang sedang menjadi puncak petualangan hidup manusia dengan berbagai hal.

 Baca Juga: Sisi Lain Manusia dan Kemanusiaan Dibedah Bagus Dwi Hananto dalam Novel Napas Mayat

Belajar bahasa Indonesia dengan cara ‘asyik’

Sudah disinggung di atas, bahwa Sabda dan Kana gemar mengoreksi bahasa yang digunakan oleh karakter lain. Kita, Kata, dan Cinta juga dapat dibilang sebagai buku panduan berbahasa Indonesia yang baik dan benar.

Melalui Sabda dan Kana, sekaligus kisah mereka dengan orang tua Kana, teman satu kontrakan Sabda, anggota organisasi yang mereka ikuti, bahkan para pendemo di sekitar rel kereta api, Sabda dan Kana seperti ‘polisi bahasa’ yang membenarkan cara berbahasa mereka.

Buku ini secara menyenangkan mengulas bagaimana penggunaan ejaan, kata baku, awalan, akhiran, imbuhan, dan segala dasar berbahasa yang seringkali diabaikan oleh banyak orang.

Baca Juga: Bicara Femisnisme Lewat Buku, Kalis Mardiasih Mendebat Hubungan Jilbab dan Kesalihan Perempuan

Melalui percakapan yang dilakukan antartokoh, pesan-pesan Sabda untuk Kana dan sebaliknya, atau melalui surat-surat keduanya. Penulis dengan lihai ‘menyusupkan’ pelajaran penting tetapi sering diabaikan tersebut melalui kisah mereka.

Sabda yang patuh dan suka bermusyawarah.

Namun seiring laju waktu, aku yakin bahwa mencintaimu adalah anugerah. Yang semula asing jadi intim, yang semula aneh jadi akrab. Maksudku, kebiasaan berbahasa Indoneisa. Jangan ngeres.

Sekarang aku dapat membedakan sekalipun dan sekali pun.

Contoh bagi kata pertama: Aku akan selalu memaafkanmu, sekalipun kamu berkali-kali menyakitiku. Contoh penggunaan kata kedua: Meski berkali-kali menyakitiku, tidak sekali pun kamu meminta maaf.

(Hei, itu contoh kalimat. Jangan tersinggung, Yang.)”

Baca Juga: Menyelami Realitas Eka Kurniawan Lewat Kumpulan Cerpen Corat-coret di Toilet, 13 Kisah Penuh Simbol dan Kritik

Di atas adalah contoh paragraf dari halaman 275 yang memperlihatkan kelihaian penulis dalam pelajaran tentang bahasa Indonesia.

Kita, Kata, dan Cinta juga menyajikan lampiran yang berisi pelajaran-pelajaran penting dalam berbahasa. Seperti penggunaan konsonan, penambahan dan pengurangan huruf, pengubahan huruf, dan sebagainya.

Bacaan wajib para penulis

Bagaimana penulis menyelipkan pelajaran berbahasa melalui tokoh Sabda dan Kana tersebut menjadikan ‘Kita, Kata, dan Cinta’ menjadi bacaan wajib untuk semua warga Indonesia, terlebih mereka yang memang menekuni dunia literasi.

Baca Juga: Tes Perasaan Jatuh Cinta dan Nafsu Sesaat, Jawab 10 Pertanyaan ini untuk Memastikan

Tidak terbatas pada penulis fiksi yang seharusnya dapat mengolah, mengurutkan plot, dan belajar dari penggunaan bahasa baku dengan cara ‘asyik’.

Profesi penulis lain seperti jurnalis, content writer, dan profesi lain yang bersinggungan dekat dengan penggunaan bahasa dan harusnya lebih ‘mengerti’ tentang bahasa Indonesia, wajib membaca buku ini.

Beberapa alasan mengenai ‘kewajiban penulis dan para penggiat literasi’ untuk membaca dan belajar dari buku ini adalah, jika para penggiat ‘bahasa’-nya saja enggan untuk belajar mengenai bahasa itu sendiri, bagaimana mungkin masyarakat pada umumnya juga tertarik untuk belajar lagi?

Baca Juga: Memaknai Cinta Tak Biasa lewat Kisah Asmara Raras dan Galih dalam Novel Ratih Kumala, Tabula Rasa

Hal yang masih sering dijumpai di sekitar, pengguna bahasa Indonesia masih banyak yang tidak mempedulikan ejaan, peletakkan titik-koma, penggunaan kata serapan, dan lain sebagainya.

Karena itu, para Kita, Kata, dan Cinta layak menjadi salah satu buku yang wajib dibaca.

Profil singkat Khrisna Pabhicara

Khrisna Pabhicara dilahirkan pada 10 November 1975 di Borongtammatea, sebuah kampung kecil di Jeneponto, Sulawesi Selatan. Buku pertamanya, 12 Rahasia Pembelajaran Cemerlang, terbit pada 2007.

Baca Juga: Sinopsis Novel Amba Karangan Laksmi Pamuntjak Sajikan Roman hingga Nilai Moralitas dan Sejarah Bangsa

Kumpulan cerpen debutnya, Mengawini Ibu, terbit 2010. Novel debutnya, Sepatu Dahlan, mengentak dunia sastra di Indonesia dengan angka penjualan yang menakjubkan.

Khrisna mengawali karier keperangannya di dunia buku-buku seputar neurologi dan sekarang bekerja sebagai penyunting lepas dan aktif di Pustaka Ballak Kana Jeneponto dan Katahati Production.***

Editor: Erwin Abdillah

Tags

Terkini

Terpopuler