Eric Nam Suarakan Seramnya Kejahatan Anti-Asia di Amerika, Menyebut Diam adalah Kejahatan

25 Maret 2021, 23:45 WIB
Salah satu bentuk 'protes' Eric Nam lewat unggahannya yang menyebut tentang keturunan Asia, dari tangkapan layar akun Instagram @ericnam. /Instagram.com/ @ericnam

KABAR WONOSOBO – Sebelumnya, kasus terkait rasisme terhadap keturunan kulit hitam mencuat hingga trending tagar #BlackLivesMatter.

Kini Amerika Serikat kembali menjadi pusat perhatian dunia selepas tragedi penembakan di Atlanta, Georgia yang dikaitkan dengan Anti-Asia.

Dilansir dari New York Times, kejadian nahas tersebut menewaskan 8 orang, termasuk di antaranya enam (6) orang perempuan Asia.

Baca Juga: Kekerasan Anti-Asia di Amerika Meningkat Sepanjang Pandemi, Anehnya Para Pelaku Didominasi Korban Rasisme

Kejadian pada tanggal 16 Maret lalu sampai memunculkan gerakan #StopAsianHate. Gerakan tersebut didukung pula oleh para publik figur khususnya dari dunia K-Pop.

Sebut saja solois CL, Tablo Epik High, Ashley Ladies Code, BM KARD, dan Eric Nam yang baru-baru ini menulis di Time dan wawancara bersama Michael Holmes dalam siaran langsung CNN Newsroom.

Eric Nam, penyanyi sekaligus penulis lagu keturunan Korea-Amerika berbicara mengenai tindak rasisme yang terjadi terhadap orang ras Asia baru-baru ini.

Baca Juga: Rosé Beberkan Pengaruh Ayahnya di Awal Karier hingga Kesan Jujur Pertama Bertemu Member BLACKPINK

Ia juga menulis dalam laman Time tentang pendapatnya mengenai kejahatan terhadap keturunan Asia. Tulisan berjudul ‘Jika Anda terkejut dengan kejahatan Anti-Asia di Atlanta, berarti Anda tidak mendengarkan. Inilah saatnya untuk mendengar suara kami’.

Dalam tulisan yang diunggah pada tanggal 19 Maret tersebut, Eric Nam menjabarkan pengalaman pribadinya sebagai keturunan Asia yang tumbuh di Amerika.

Ia mengatakan bahwa kejadian penembakan tersebut membuatnya terkejut, sedih, frustasi, dan juga marah.

Baca Juga: Pada Penayangan Perdana, Joseon Exorcist Dianggap Tidak Hargai Sejarah hingga Kehilangan Iklan

Pasalnya, tindak rasisme yang dilontarkan kepada warga keturunan Asia sudah terjadi sangat lama. Eric turut menceritakan pengalamannya sendiri sebagai korban di masa lalu.

“Terkadang, aku merasa apa yang terjadi karena apa yang kami lakukan. Kami ingin dilihat sebagai orang Amerika. Kami ingin diterima dan dikenal selayaknya orang lain. Kami ingin menyesuaikan diri. Dan, ya―rambut kami berbeda, di rumah tidak berbicara bahasa Inggris, dan karena kami bukan mayoritas, banyak dari kami yang berpikir untuk selalu bersyukur,” tulisnya.

Lebih jauh, Eric menuliskan bahwa kasus itu seakan menjadi kesalahan atas eksistensi orang ras Asia di Negara yang sebelumnya dihuni ras asli Indian itu.

Baca Juga: Amerika Serikat Dituduh Gunakan Teknologi Internet untuk Sensor Konten di Twitter

“Ini bukan salah mereka. Kami seharusnya punya nama yang mudah. Kami seharusnya tidak berbicara dengan bahasa orangtua kami. Kami seharusnya tidak membawa kudapan ke sekolah, karena guru akan bertanya untuk mencicipi, berpura-pura jijik dan membuangnya di depan teman-temanmu yang tertawa, aku mengalaminya sekali,” ungkap Eric seperti dilansir dari laman Time.

Eric turut menuliskan, bahwa tindakan rasisme yang sudah dilontarkan kepada warga keturunan Asia berdampak buruk.

Baca Juga: Hubungan Diplomatik AS – Rusia Terancam Retak, Putin Tawarkan Diskusi Langsung Soal Tuduhan Joe Biden

Seperti gangguan kecemasan, trauma, dan krisis identitas. Ia mengatakan, rasisme tidak seharusnya ada.

“Beberapa masih bertanya, ‘kenapa kau tidak mengatakan apapun?’. Mari kita perjelas: kami selalu meminta bantuan, mungkin lebih dari setahun belakangan ini. Anda tidak mendengar. Anda tidak mendengar kami. Tolong dengarkan kami sekarang, karena diam adalah kejahatan.”

Selain menjabarkan tindak-tindak kejahatan rasial yang dilontarkan oleh mayoritas kepada warga Asia. Eric Nam juga mengajak masyarakat untuk bergabung memerangi rasisme, terutama untuk kalangan Asia.

Baca Juga: Arab Saudi Upayakan Perdamaian dengan Gencatan Senjata dan Pembukaan Blokade, Houthi Yaman Belum Sepakat

“Kami sakit hati, lelah, menderita, dan marah. Tapi kami harus tetap gigih untuk melanjutkan. Kami harus aktif untuk membangun perubahan yang sangat kami inginkan, untuk kami dan untuk generasi selanjutnya,” pungkas Eric.***

Editor: Erwin Abdillah

Sumber: NME TIME Korea.net SBS News

Tags

Terkini

Terpopuler